Kamis, 02 April 2009

antiklimaks

======================================
hempasan angin ke kecil menyeka wajahku yang penuh debu.

sepoi-sepoi terasa menyentuh pori-pori kulitku.
aku jenuh
aku lelah
aku sakit
aku termangu di sudut keheningan siang yang berkulitkan mega kelabu.
pikiran kacauku makin menjalar,sedikit demi sedikit menghantui hari-hari manis ini.

dan aku masih saja termangu.

Rabu, 01 April 2009

~realita klasik.

Sekitar beberapa jam yang lalu (sekitar setengah sepuluh pagi), aku bersama ketiga temanku (~tyas,liska,nita) berusaha keluar dari lingkup kampus yang semakin penat di tengah-tengah kekosongan kuliah(sebenernya sih nemenin nita buat melakukan sesuatu*). Perjalanan di ruas jalan terusan buah batu sangat padat. Membuat semakin penat saja! Oh,iya tidak tau harus aku ceritakan atau tidak sebelum masuk mobil,aku sempat makan bubur ayam di depan kampus dan yang aku rasakan setelah masuk mobil adalah = mual.
Ada yang salah denganku atau dengan buburnya?!
*yaa,..nggak terlalu penting

Dalam perjalanan ada sebuah pemandangan yang membuatku sedikit tersentil
(*alias tertampar). Ketika mobil berhenti di traffic light jalan soekarno-hatta, samar-samar aku melihat dari balik jendela mobil yang sedikit kehitaman, beberapa orang sedang duduk dikelilingi beberapa alat musik masjid yang terbuat dari kulit binatang (aku biasa menyebutnya genjringan) sembari menikmati makanan (sepertinya nasi bungkus,soalnya ada bungkus kertas warna coklatnya). Ada seorang pria setengah baya dengan cukuran rambut gondrong pakai peci, tiga orang wanita (kurang lebih) dua diantaranya setaraf ibu-ibu satunya lagi terlihat masih sedikit lebih muda, lalu satu anak balita bergender perempuan yang sedang disupain sama wanita muda tadi, trus dua orang anak laki-laki (umur anak sekolah dasar sepertinya) yang tidak makan (sudah selesai mungkin). Aku heran, jam segitu kok anak-anak tidak bersekolah. Aku berpikir positif aja, pasti sudah pulang sekolah. Melihat mereka makan nikmat, jadi merasa lapar lagi. Tetapi,kuperhatikan lebih jauh mereka hanya makan NASI SAJA. Pria yang setengah baya tadi (aku anggap dia kepala rumah tangga alias bapaknya) makan pakai lauk, tetapi hanya kerupuk putih yang setahuku harganya lima ratus rupiah.! Jadi tambah mual (nafsu makan turun drastis). Oh,my Godness...ya Allah....Alhamdulillah aku masih bisa makan sama bubur ayam dengan harga delapan ribu (walaupun ngutang). Aku perhatikan lagi dalam-dalam, memang kalau aku nilai penampilan mereka bisa dibilang (sedikit) kumuh. Kulit mereka terlihat legam terbakar matahari, wajah mereka kusam bekas asap-asap kendaraan. Mata mereka sayu...terlihat lelah, tetapi tetap menikmati makanan. Aku sempat melihat kertas bungkusan nasi yang dimakan si bapak bersih tak bersisa satu butir nasi pun.
Satu kejadian yang membuatku semakin takjub, sungguh takjub dan baru kali ini aku menyaksikan secara langsung. Terlihat, si bapak berdialog dengan kedua anak laki-laki yang menurutku seharusnya berada di ruang kelas sekolah tadi. Kedua anak laki-laki itu nampak tidak antusias dengan dialog itu. Bahkan wajah mereka mengiaskan suatu keengganan,kesedihan juga ketakutan. Si bapak terus mengajak mereka berdialog walaupun kedua anak tadi benar-benar enggan, bahkan terlihat memaksa sambil mendorong anak-anak itu untuk berdiri turun ke jalan. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tetap yang ada dalam pikiranku si bapak itu memaksa kedua anaknya untuk mengamen. Sekali lagi MEMAKSA! Pikiranku kacau, perasaanku berkecamuk. Sakit melihatnya! Anak-anak seumuran sekolah dasar dipaksa mengamen!
Padahal anak-anak tadi menolak dengan wajah yang mengiba. Jahat banget sih bapak itu. JAHAT!

Aku bener-bener tidak tega menyaksikannya. Keadaan di mobil ribut seketika, teman-temanku juga tidak rela dengan kejadian itu. Aku langsung teringat bapak di rumah. Sesusah apapun kehidupan dan perekonomiannya, TIDAK PERNAH sekalipun dia memaksa aku untuk membantunya. Bahkan, aku mau bekerja part-time saja sampai saat ini masih tidak diperbolehkan.


Buat si bapak gondrong brengsek tadi : " Aku tau, hidup itu susah. Hidup itu keras. Aku tau hidupmu susah Pak. Aku tau sampai sekarang aku nggak pernah merasakan hidup sekejam itu dan mungkin aku tidak berhak berbicara seperti ini karena aku nggak ngerasain sendiri. Tapi Pak, apakah pantas Bapak memperlakukan anak-anak itu seperti tadi. Udah nggak ada cara lain lagi buat nyari uang sampai tega memaksa anak-anak itu!Jahat!"

Aku tidak menyalahkan pihak mana pun. Aku tahu pemerintah juga sudah berusaha dan berpusing ria memikirkan keadaan seperti ini. Dan aku tahu aku tidak pantas membicarakan hal ini, karena aku sadar aku manusia yang selama ini acuh dengan keadaan sekitarku. Memikirkan diri sendiri, tidak bersyukur..
Mungkin ini cermin buat kita semua. Inilah realita yang ada. Realita klasik yang dari dulu tidak pernah berakhir. Ya, Allah berilah mereka sedikit kenikmatan...


Aku jadi berpikir, orang-orang kaya di alam mereka apakah pernah memikirkan hal ini?orang-orang yang tidak pernah merasa puas (*aduh aku tersinggung) dengan hidup mereka yang sudah lebih dari kekurangan?orang-orang yang selalu ingin terlihat 'wah' padahal dunia sekitar memanggilnya untuk meminta pertolongan?!


APATIS!!!!!